Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bank Indonesia Yogyakarta, Bangunan Sejarah Kolonialisme


Kulinerasik.com - Terdapat banyak bangunan era Kolonialisme di Yogyakarta, tersebar dibeberapa wilayah. Salah satunya ada di sekitaran Kotabaru, dan juga kawasan Titik Nol Kilometer. Di sekeliling Titik Nol kilometer sendiri yang masih sering kita lihat ada Gereja Margomulyo diutara Gedung Agung kemudian Benteng Vredeburg dan disisi selatan ada Kantor Pos serta Bank Indonesia Yogyakarta.
Bank IndonesiaYogyakarta, Bangunan Sejarah Kolonialisme
Sejarah berdirinya Bank Indonesia Yogyakarta dulu adalah sebuah kantor cabang De Javasche Bank Djogdjakarta. Keberadaan Kantor Cabang De Javasche Bank Yogyakarta ini adalah merupakan usulan dari Firma Dorrepaal and Co Semarang. Dengan beberapa pertimbangan diantaranya dengan melihat volume perdagangan di Yogyakarta yang semakin meningkat dan perputaran uang yang mencapai 2 hingga 3,5 juta gulden yang dilihat melalui kantor cabang De javasche Bank Soerakarta dan nilai produksi gula yang mencapai kurang lebih 2.580 ton per tahun. Akhirnya Presiden De Javasche Bank ke-7, yakni Mr. N.P. Van den Berg beserta seluruh jajaran direksi menyetujui usulan tersebut. Pada tahun 1879 mulailah dibangun kantor cabang De Javasche Bank di Yogyakarta dengan menempati area seluas 300 meter dan tanah yang dipergunakan tanah berstatus eigendom, atau merupakan milik De Javasche Bank sendiri, bukan merupakan tanah milik Sultan Yogyakarta lagi.

Fungsi bangunan ini mengalami pasang surut seiring perkembangan yang ada.bahkan pada masa penjajahan Jepang yakni pada tahun 1942 kegiatan operasional bank tersebut terhenti. Sehingga Nanpo Kaihatsu Ginko di fungsikan sebagai bank sirkulasi di Jawa. Setelah mengalami proses baik selama penjajahan jepang hingga agresi militer Belanda di Yogyakarta akhirnya Kantor Cabang De Javasche Bank beroperasi kembali pada 22 maret 1950 dan di nasionalisasikan pada tahun 1953.

Konsep bangunan kantor cabang De Javasche Bank ini dibuat oleh arsitek Hulswitt dan Cuypers dengan mengedepankan gaya eropa dengan kemegahan arsitekturalnya. Bangunan ini dibuat dalam 3 lantai yang masing masing lantai mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Untuk lantai bawah sebagai tempat penyimpanan hal ini terlihat dengan adanya khazanah yang berfungsi sebagai penyimpanan uang. Untuk lantai satu dipergunakan sebagai ruangan utama serta kasir sedangkan lantai dua merupakan tempat tinggal bagi direksi dan keluarganya.

Saat ini keberadaan gedung bekas de Javasce Bank tersebut dapat dinikmati publik yang penggunaannya diresmikan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X pada tanggal 17 Februari 2012. Sedangkan untuk basement dipergunakan sebagai museum dan auditorium, lantai satu untuk kegiatan pameran, konser pertunjukan kesenian dengan kapasitas 200 orang berdiri dan lantai 2 dipergunakan sebagai Cyber Library, pusat informasi dan juga café.

Posting Komentar untuk "Bank Indonesia Yogyakarta, Bangunan Sejarah Kolonialisme"